Bertemu Sri Mulyani, Dirut BEI: Tolong Bu Paksa 'Mereka' Listing di Bursa Unknown Kamis, 05 Januari 2017


Jakarta - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio, bertemu Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Pertemuan tersebut tak lain membahas mengenai perkembangan pasar modal Indonesia.

Tito menyampaikan kegelisahannya kepada Sri Mulyani, salah satunya terkait masih minimnya perusahaan yang mau masuk bursa saham melalui Initial Public Offering (IPO).

Bahkan, masih banyak perusahaan-perusahaan Indonesia yang justru mencatatkan sahamnya di bursa saham luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Sidney, dan New York.

Tito meminta kepada Sri Mulyani untuk memaksa perusahaan-perusahaan ini melantai di bursa saham Indonesia.

"(Ketemu Menkeu) Ya, laporan hal yang sama, laporan mengenai bagaimana pasar modal, saya juga ngomong hal yang sama mengenai privatisasi, dan S&P. Saya laporkan 52 perusahaan itu namanya saya kasih Bu Ani semua. Saya minta tolong, Bu Ani tolong Bu mereka harus listed," kata Tito saat ditemui di Kemenko Maritim, Jakarta, Kamis (5/1/2016).

Sayangnya, Tito enggan menyebutkan nama-nama 52 perusahaan dimaksud. Tito hanya mendesak Sri Mulyani agar mereka mencatatkan sahamnya di BEI bukan bursa saham negara lain.

"Saya minta tolong, saya bilang tidak elok kalau pendapatan lu, aset dar Indonesia, listed lu di luar negeri. Dana pensiun harus menikmati. Saya minta tolong Bu Ani, tolong Bu ingetin mereka. Saya minta tolong pemerintah paksa mereka listed di sini," pinta Tito.

Bahkan, Tito menyebutkan, ada 2 perusahaan tambang dan 1 perusahaan properti yang kepemilikannya Indonesia dan mencari pendapatan di Indonesia, namun mencatatkan sahamnya di luar negeri.

"Saya sudah bicara 3, nggak boleh ngomong. Kepemilikannya Indonesia, pakai nama asing tiga-tiganya. Dua mining satu properti. Total (size) kalau 50 perusahaan itu di atas Rp 400 triliun, gede kok. Nggak pantes lah, kalau ambil duit, aset Indonesia, listing di Indonesia dong," ucap dia.

"Persoalannya, IPO karena pemilikannya, PT luar negeri, itu harus pakai Indonesia Depository Receipt (IDR), peraturan itu sudah ada 7 tahun, tapi belum ada yang mau. Kita juga sedang ngomong, Pak Samsul ngomong ke mereka karena ada satu perusahaan HT (Hari Tanoe) perusahaan IT, listing di Perth, mau listed di sini harus pakai IDR," pungkasnya.

Sumber: Detik
Tags: