Grup Salim Incar 50% Saham pada Perusahaan e-Commerce Unknown Senin, 13 Juni 2016


Jakarta – Grup Salim mengincar 50% saham pada perusahaan patungan (joint venture/JV) yang didirikan bersama Grup Lotte asal Korea Selatan. JV tersebut bergerak di bidang perdagangan elektronik (e-commerce). Sesuai rencana, Grup Salim dan Lotte akan memanfaatkan jaringannya di bidang ritel untuk mendukung bisnis baru tersebut.
Chairman Grup Lotte Shin Dong-bin dan Chairman Grup Salim Anthoni Salim telah sepakat melahirkan kerja sama sama baru di bisnis e-commerce sejak Februari 2016. “Sampai saat ini, pembicaraan dengan Lotte belum sampai ke berapa total investasinya. Tapi cukup substansial,” kata Anthoni di Jakarta, baru-baru ini.
Anthoni menjelaskan, pembentukan JV tersebut dilakukan lantaran potensi e-commerce di Tanah Air kian menjanjikan. Pihaknya berharap ada kolaborasi antara Lotte dengan divisi distribusi Salim, yakni PT Indomarco Prismatama (Indomaret), sebagai bagian dari rencana pengembangan e-commerce.
Sebagai informasi, Indomaret telah mengoperasikan sebanyak 12.400 gerai tahun lalu. Tahun ini, perseroan akan menambah sebanyak 1.500-1.600 gerai, termasuk merambah kawasan timur Indonesia. Sementara itu, Lotte tercatat memiliki satu department store, 41 toko ritel, 31 franchise restoran cepat saji, dan lainnya di Indonesia.
Anthoni menambahkan, ke depan, perseroan berniat tetap memegang kendali atas merek Indomaret. Namun, pihaknya belum dapat mengungkapkan kapan Indomaret berniat menjadi perusahaan publik.
“Sebagai perannya di lini distribusi, kami selalu pertimbangkan investasi pada Indomaret. Untuk pencarian modal, penawaran umum (initial public offering/IPO) bisa saja menjadi salah satu pertimbangan,” jelas dia.
Pembentukan JV antara Grup Salim dan Lotte terus menambah daftar kolaborasi bisnis Grup Salim dengan perusahaan asing. Maret lalu, Grup Salim melalui Hallyu Ventures Pte Ltd mengakuisisi 38% saham pemasok kopi asal Korea Selatan, Caffe Bene, senilai US$ 13,8 juta. Sebagai informasi, Hallyu Ventures merupakan JV antara perusahaan Singapura, Food Empire Holdings dan Grup Salim, dengan kepemilikan 51% saham dikuasai oleh Food Empire.
Menurut Anthoni, dari kerja sama tersebut, perseroan berpotensi memasok kopi asal Indonesia ke Korea pada masa mendatang. “Kalau untuk sekarang, yang penting, kita belajar dulu ilmunya bagaimana bikin franchise kopi. Di Korea mereka memang cukup besar,” kata dia.
Bisnis Poultry
Grup Salim pun diperkirakan terus menjajaki mitra asing untuk mendukung ekspansi bisnis makanan berbasis protein hewani (poultry). Namun, perseroan memutuskan untuk tidak melanjutkan rencana pembentukan JV dengan BRF SA, perusahaan asal Santa Clarina, Brasil, yang sempat diutarakan pada Desember 2014. “Yang dengan BRF tidak jadi. Mereka punya perbedaan pemikiran,” jelas Anthoni.
Semula, Grup Salim melalui Indofood dan BRF menjajaki pembentukan JV dengan kepemilikan saham masing-masing 50%, dan bakal mengucurkan investasi sekitar US$ 200 juta dalam periode tiga tahun.
Meski demikian, lanjut Anthoni, pihaknya tetap berkomitmen untuk mengembangkan bisnis protein hewan, seiring dengan peningkatan komsumsi protein oleh masyarakat Indonesia. Bisnis tersebut merupakan salah satu janji perseroan kepada para pemegang saham.
Salah satu kolaborasi di bisnis ini adalah menggandeng perusahaan Malaysia, CAB Cakaran. Februari lalu, Grup Salim meningkatkan kepemilikan sahamnya sebesar 11,05% pada CAB Cakaran. Sebelumnya, Grup Salim melalui anak usahanya, Plant Wealth Holdings Ltd, telah memiliki 8,5% saham.
Sementara itu, Grup Salim melalui PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai Rp 7,6 triliun tahun ini. Perseroan berencana membangun empat pabrik baru mi instan dan makanan ringan dalam tiga sampai empat tahun mendatang.
Menurut Anthoni, dari alokasi capex tahun ini, divisi produk konsumen bermerek (CBP) mendapatkan anggaran paling banyak yakni Rp 3,9 triliun, kelompok bogasari senilai Rp 1,4 triliun, sedangkan agribisnis dan distribusi masing-masing mendapatkan Rp 2 triliun dan Rp 300 miliar.
Mulai tahun ini, Indofood berencana membangun secara bertahap empat pabrik yang mayoritas akan memproduksi mi instan. Selain itu, pabrik-pabrik baru juga disiapkan untuk memproduksi susu, makanan ringan, ataupun makanan bayi.
Anthoni belum dapat menjelaskan secara rinci lokasi pabrik ataupun total kapasitasnya. Namun, satu pabrik diperkirakan membutuhkan dana senilai Rp 400 miliar. Dengan demikian, perseroan mengalokasikan sekitar Rp 1,6 triliun untuk tiga sampai empat tahun ke depan.
Sebagai informasi, pabrik divisi mi instan Indofood yang sudah ada saat ini memiliki kapasitas lebih dari 17 miliar bungkus per tahun. Sementara itu, divisi dairy mempunyai kapasitas produksi 600 ribu ton per tahun, sedangkan divisi makanan ringan memiliki total kapasitas lebih dari 45 ribu ton per tahun.

Sumber: Berita Satu
Tags: