Peluncuran Solarlite, Pertamina Tunggu Kajian Ditjen Migas Unknown Rabu, 24 Februari 2016
Jakarta - PT Pertamina (Persero) pekan lalu mengumumkan akan meluncurkan Solarlite. Bahan bakar diesel baru ini kualitasnya setingkat di bawah Pertamina Dex, tapi lebih bagus dari pada biosolar biasa.
Namun Pertamina belum bisa memastikan kapan Solarlite ini akan diluncurkan ke pasar. Menurut Vice President for Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, bahan bakar jenis baru ini masih dikaji oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk perizinan niaganya. Kajian ini termasuk komposisi campuran yang akan digunakan nantinya.
Wianda menyebutkan Ditjen Migas mengusulkan untuk bahan baku Solarlite menggunakan campuran crude palm oil (CPO). Hal ini terkait dengan kebijakan kewajiban penggunaan biodiesel B-20 yang berlaku per Januari 2016.
Setelah izin dan dokumen lengkap, Wianda berujar, barulah Solarlite ini akan diluncurkan. Untuk proses uji coba akan dilakukan secara bertahap. "Kita lihat pangsa pasarnya mana yang paling banyak. Namanya juga trial, jadi tidak bisa semua," ujarnya.
Saat ditanya wilayah yang akan menjadi sasaran utama distribusi Solarlite, Wianda belum mau menyebutkan. Ia hanya mengatakan akan menginformasikan lebih lanjut jika kajian yang dilakukan Ditjen Migas rampung. "Kita belum bisa berbicara banyak karena kita harus komunikasi dulu dengan regulator."
Solarlite disebut-sebut ramah lingkungan lantaran kadar sulfurnya yang rendah, yakni hanya 1.000 ppm. Sementara untuk solar berkadar sulfur 3.000 ppm.
Untuk tenaga Solarlite dikabarkan akan memiliki kandungan cetane hingga 51. Angka ini jauh diatas solar subsidi yang hanya berkadar cetane 40. Untuk Pertamina Dex, kandunan cetane-nya sebesar 50. "Sebenarnya kita melihat antara Solar dan Pertamina dex ada potensi pasar," Wianda berujar.
Wianda berharap dengan adanya Solarlite ini dapat menjangkau konsumen yang ada di antara range tersebut. "Namun, berapa banyak yang akan beralih ke Solarlite, hal tersebut kembali ke kebutuhan kendaraan masing-masing pengguna."
Sumber: Tempo