KPK Minta Jokowi Revisi UU Tata Kelola Migas Unknown Rabu, 13 Januari 2016


Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Presiden Joko Widodo merevisi Pasal 34 dan 35 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 tentang Tata Kelola Migas dan Kontrak Kerjasama. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan KPK telah mengirimkan surat rekomendasinya kepada Presiden pada 16 Desember 2015.

"Tujuannya agar daerah bisa menikmati pemanfaatan sumber daya alam di daerahnya," kata Pahala di kantor KPK, Jakarta, Selasa, 12 Januari 2016.

Pasal 34 mengatur kontraktor untuk menawarkan Participating Interest (PI) sebesar 10 persen kepada Badan Usaha Milik Daerah. Dalam Pasal 35 ayat 1, disebutkan BUMD harus menerima tawaran tersebut paling lambat 60 hari sejak tanggal penawaran dari kontraktor diterima.

Sementara ayat 2 mengatakan jika BUMD menolak, Kontraktor wajib mengalihkan penawaran ke perusahaan nasional. Jika dalam 60 hari kemudian perusahaan nasional menyatakan tidak sanggup, ayat 3 menentukan penawaran kerja sama dianggap tertutup.

Menurut Pahala, PI 10 persen memiliki dua konsekuensi bagi BUMD. Pertama, BUMD wajib mengganti sebesar 10 persen biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh kontraktor. Selain itu, BUMD juga harus ikut serta mengeluarkan 10 persen biaya operasional Blok Migas.

Hasil kajian KPK menunjukkan bahwa proses kerja sama BUMD atau anak perusahaannya dengan swasta belum memenuhi kaidah tata kelola yang baik. Peraturan tersebut juga berpotensi menimbulkan moral hazard bagi pemerintah daerah atau BUMD.

Pahala memberikan contoh kasus di dua blok migas, yakni Blok Cepu dan Madura Offshore. Di Blok Cepu, terdapat empat wilayah yaitu Bojonegoro, Jawa Timur, Blora, dan Jawa Tengah. Sementara Madura Offshore terbagi di wilayah Kawa Timur dan Sumenep.

Pembagian hasil di Bojonegoro dan Jawa Tengah masing-masing sebesar 25 persen untuk BUMD dan 75 persen untuk swasta. Di Jawa Timur, 51 persen untuk BUMD dan 49 persen untuk swasta. Di Blora, 33,8 persen untuk BUMD dan 66,2 persen untuk swasta. Di dua wilayah Madura Offshore, BUMD mendapatkan 24,5 persen sementara swasta 51 persen.

KPK memberikan dua solusi untuk revisi peraturan tersebut. Pertama, pengunaan formula 10 persen bagi hasil keuntungan untuk Pemda atau BUMD tanpa harus mengeluarkan dana operasional pengelolaan wilayah kerja migas.

Rekomendasi lainnya adalah pemerintah menyediakan dana bagi BUMD atau Pemda untuk membantu investasi. Bantuan bisa berupa pinjaman bank, BUMD, maupun instrumen pendanaan dan investasi dari lembaga pemerintah pusat.

Sumber: Tempo
Tags: