Pembelian kembali saham hanya sekitar Rp 89 miliar Unknown Selasa, 06 Oktober 2015
Kondisi bursa saham domestik yang tergerus menyebabkan harga saham beberapa emiten ikut berguguran. Emiten pun ramai-ramai berniat menarik sejumlah sahamnya dari pasar lewat aksi korporasi pembelian kembali atawa buyback. Tapi, setelah kira-kira sebulan berselang, realisasi buyback masih minim.
Berdasarkan pantauan KONTAN, hingga kini realisasi pembelian kembali baru sekitar Rp 89 miliar. Sebelumnya, Noor Rachman, Deputi Komisioner Bidang Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyebutkan, ada 19 perusahaan yang telah memberikan informasi untuk menjalankan rencana tersebut. Total jenderal, dana pembelian kembali dari para emiten ini sekitar Rp 5 triliun.
Adapun, beberapa emiten yang "merecall" saham mereka dari pasar adalah PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Ace Harware Indonesia Tbk (ACES), PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI). Kemudian yang paling baru adalah PT Ciputra Property Tbk (CTRP), PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dan PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA).
Berdasarkan keterbukaan informasi, Senin (5/10), selama periode 31 Agustus hingga 30 September CTRP telah menarik sekitar 10 juta saham. CTRP mengucurkan dana Rp 3,82 miliar untuk pembelian kembali saham ini. CTRP merencanakan buyback dengan total dana Rp 100 miliar. Sementara DSNG telah mencadangkan dana Rp 100 miliar untuk buyback.
Pada periode 8 September hingga 30 September, DSNG telah menarik sejumlah 12,34 juta saham dengan realisasi dana yang telah dipakai sebesar Rp 37 miliar. Realisasi paling mini di lakoni oleh ROTI. Hingga 28 September 2015, ROTI merealisasikan pembelian kembali 700.000 saham.
Dalam membeli saham ini, ROTI menghabiskan dana Rp 767,21 juta. Memang, pemilik merek Sari Roti ini juga menganggarkan dana mini untuk aksi pembelian kembali saham, yakni hanya Rp 1,01 miliar. Hingga akhir September, NRCA membeli kembali 16,28 juta saham. Untuk membeli kembali saham-saham tersebut, NRCA mengguyurkan dana Rp 10,9 miliar.
"Pembelian dengan harga rata-rata Rp 671,14 per saham," kata Hadi Winarto, Direktur Utama NRCA dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Senin (5/6).
Realisasi tersebut baru sekitar 10,1% dari anggaran yang disiapkan untuk buyback maksimal Rp 108 miliar. NRCA akan melakukan buyback dengan harga maksimum Rp 900 per saham.
Menanggapi minimnya realisasi buyback, Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, meragukan perlunya aksi buyback saham. Menurut dia kondisi pasar tengah naik atau mulai membaik. Satrio memandang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai meninggalkan situasi berat. Apalagi, rkalau pergerakan IHSG sudah melewati level 4.415, maka secara jangka menengah prospek IHSG cukup bagus.
"Ini sedang naik, jadi buyback bukan lagi sesuatu yang menarik," ujar Satrio. Di sisi lain, emiten lebih baik mementingkan aliran kas daripada menggunakan kocek mereka demi aksi buyback saham. "Emiten sebaiknya lebih fokus untuk mengejar kinerja sampai akhir tahun," imbuh Satrio.
Suria Dharma, Kepala Riset Buana Capital, menuturkan, saat indeks sedang naik, emiten tidak diperkenankan buyback. Hal ini mengacu pada peraturan buyback yang diumumkan pemerintah. Aksi ini sepertinya semakin minim setelah indeks naik cukup kencang. Pada penutupan perdagangan kemarin, IHSG menguat 3,23% ke level 4.343,70.
Tapi, otoritas pasar belum menarik kembali kebijakan buyback tanpa perlu persetujuan rapat umum pemegang saham di tengah penurunan pasar. Sementara pengumuman data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) alias non farm payroll per September 2015 yang hasilnya dibawah ekspektasi pasar, bisa jadi menipiskan kemungkinan kenaikan suku bunga The Fed tahun ini. Jika The Fed tidak menaikan suku bunga tahun ini, indeks berpeluang naik.
Sumber: Kontan