Saham konsumer mulai menyodok saham bank Unknown Rabu, 16 September 2015


Di pasar saham domestik, bobot saham emiten konsumer menyodok ke papan atas. Saat ini, saham konsumer memegang porsi 24,38% terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Akhir tahun lalu, bobot saham konsumer sekitar 20,96%.

Dari sini, saham konsumer menduduki posisi kedua pemegang bobot terberat IHSG. Sementara posisi pertama masih dipegang saham perbankan. Bobot saham perbankan hanya naik tipis dari 26,77% di akhir tahun lalu menjadi 27,40% pada penutupan transaksi Kamis (15/9).

Saham konsumer terus menempel ketat saham perbankan. Posisi selanjutnya adalah saham emiten perdagangan dengan bobot 14,17%. Kemudian saham infrastruktur 13,52% dan properti 8,19%. Kemudian saham pertambangan 3,83% dan saham perkebunan 2,74%.

Sejak awal tahun, jawara sektor konsumer, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) menduduki posisi nomor satu sebagai emiten penggerak IHSG. UNVR menambah bobot 54,6 poin terhadap indeks. Kemudian PT Mayora Indah Tbk (MYOR) berada di posisi ketujuh dengan menambahkan 5,3 poin terhadap IHSG.

Analis BNI Securities Ankga Adiwirasta menyebutkan, perubahan bobot tersebut karena dana para pemodal beralih ke saham konsumer. Apalagi saham sektor konsumer cenderung defensif di tengah situasi yang tak menentu ini. Hal tersebut tentu menjadi daya tarik tersendiri. Meski begitu, dia melabelkan netral bagi sektor konsumer.

Menurut Ankga, daya beli yang tengah melemah turut menekan kinerja emiten konsumer. "Belum ada katalis positif untuk sektor konsumer," ucap dia. Ankga berharap, daya beli masyarakat meningkat jika program pemerintah berupa dana desa tersalurkan dengan baik. Namun saat ini pencairan dana desa masih tertunda. Dia juga menilai penggarapan proyek infrastruktur bisa berdampak mengerek daya beli masyarakat.

Analis Trimegah Securities Dian Octiana memandang, emiten konsumer mendapatkan keuntungan dari penurunan harga komoditas. Ini membuat emiten mampu menekan biaya. Meski pendapatannya hanya naik tipis, laba emiten konsumer melampaui pertumbuhan pendapatan. Dian menekankan, sektor konsumer yang masih moncer adalah segmen makanan pokok.

Hal berbeda dialami sektor ritel. Menurut dia, sektor ritel mengalami perlambatan volume penjualan. "Perlambatan ekonomi berpengaruh ke ritel. Tapi orang tetap mengeluarkan uang untuk kebutuhan pokok," ujar Dian. Dia memperkirakan, pendapatan emiten sektor ritel hanya tumbuh di bawah 10%. Sementara pendapatan sektor konsumer mampu naik 8%-10%.

Kemudian secara rata-rata, Ankga memperkirakan laba emiten konsumer tumbuh 8% tahun ini. Dian menyarankan investor mengoleksi saham konsumer yang mempunyai pangsa pasar dominan di industrinya. Dia menyukai PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang menguasai pangsa pasar mi instan dan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) yang menguasai pangsa pasar roti.

Selain itu, Dian menyukai MYOR karena 40% penjualannya untuk pasar ekspor. Ini membuat MYOR memperoleh keuntungan dari pelemahan rupiah. Ankga merekomendasikan trading buy untuk saham konsumer. Pilihannya antara lain UNVR dengan target harga Rp 43.000 per saham, ICBP dengan target Rp 15.000, MYOR dengan target Rp 27.300, dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dengan target harga Rp 2.000. Sedangkan Dian merekomendasikan buy ICBP dengan target Rp 15.100 dan ROTI dengan target Rp 1.380. Saham sektor konsumer memerah 6,08% terhitung sejak awal tahun. Penurunan tersebut terendah kedua setelah sektor perdagangan dan jasa.

Sumber 

Tags: saham onlineinvestasi sahamtrading saham onlinetrading saham indonesiabroker saham indonesiabroker saham online indonesia
Tags: