TBIG berniat merilis utang US$ 500 juta Unknown Selasa, 05 April 2016



JAKARTA. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) menyiapkan amunisi pendanaan untuk ekspansi dan pembayaran utang. Perseroan segera meminta restu pemegang saham untuk menerbitkan surat utang (notes) dengan nilai maksimal US$ 500 juta atau Rp 6,62 triliun.
Notes berdenominasi dollar AS itu bakal terbit melalui anak usaha TBIG, yakni TBG Global Pte Ltd dan akan dijaminkan dengan corporate guarantee oleh TBIG. Dalam prospektus ringkas yang TBIG terbitkan, dana hasil surat utang itu akan digunakan untuk keperluan investasi dalam bentuk pinjaman dan penyertaan modal pada Tower Bersama Singapore Pte Ltd (TBS), cucu usaha TBIG.
Kelak, TBS akan memberikan fasilitas pinjaman antar perusahaan kepada TBIG. TBIG akan memakai dana dari notes untuk melunasi kewajiban utang jatuh tempo dan mempercepat pembayaran pinjaman.
Lalu, TBIG akan membiayai rencana ekspansi usaha organik maupun anorganik dan memenuhi kebutuhan belanja modal. Ekspansi itu termasuk perencanaan jaringan, akuisisi lahan dan berbagai instalasi jaringan untuk tower telekomunikasi.
Bunga notes itu maksimal 8% per tahun dan jatuh tempo pada 2025 atau periode lain yang disetujui para pihak. TBIG akan meminta persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 11 Mei 2016.
Jika sudah direstui, TBIG bisa menerbitkan notes ini dalam jangka waktu satu tahun setelah RUPS. "Itu artinya, belum tentu akan langsung diterbitkan usai RUPS atau langsung dalam waktu dekat ini," ujar Helmy Yusman Santoso, Direktur Keuangan TBIG ke KONTAN, Senin (4/4).
TBIG tetap mencermati kondisi pasar obligasi termasuk nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Dengan terbitnya notes ini, Helmy bilang, TBIG bisa langsung mendapat tambahan likuiditas dan bisa digunakan untuk ekspansi dan mempercepat pembayaran utang.
Ia belum menyebut utang yang pembayarannya akan dipercepat. Tapi penerbitan obligasi ini akan memangkas beban bunga utang bank, karena bunga maksimal obligasi 8%. "Yang dibayar kembali itu utang bank," ujar Helmy.
Tahun lalu, TBIG juga menerbitkan notes berbunga 5,25% senilai US$ 350 juta. Dana itu digunakan untuk membiayai kembali fasilitas pinjaman revolving. Sebagai perusahaan menara telekomunikasi, TBIG harus mencari pendanaan bertenor panjang.
Pada 2015, TBIG meraih pendapatan Rp 3,4 triliun, atau naik 3,4% year on year (yoy). Laba bersihnya naik 104% (yoy) menjadi Rp 1,4 triliun.
Ariyanto Kurniawan, analis Mandiri Sekuritas, dalam riset 30 Maret 2016 mengatakan, efisiensi operasional dan restrukturisasi beberapa perjanjian sewa pokok (master lease agreements) untuk mengalihkan seluruh beban listrik berhasil membuat margin TBIG meningkat.
Di sisi lain, utang bersih TBIG tercatat Rp 15,9 triliun dengan rasio utang bersih terhadap EBITDA sebesar 5,2 kali, masih di bawah utang bersih dalam kovenan sebesar 6,25 kali.
Per akhir 2015, TBIG memiliki 18.700 penyewa (tenant) dan 11.400 menara telekomunikasi dengan rasio kolokasi 1,65 kali. Penyewa organik TBIG bertambah 1.488, tapi penyewa bersih turun karena keputusan perusahaan tidak mengakui penyewaan dari PT Bakrie Telecom Tbk.
"Dengan tidak adanya akuisisi menara, kami yakin, sebagian besar pertumbuhan jangka pendek TBIG akan didorong pertumbuhan organik 1.500-2.000 menara per tahun," ujarnya.
Dengan prospek pertumbuhan yang masih melambat, target harga TBIG diturunkan menjadi Rp 6.000 dengan rekomendasi neutral. Perhitungan ini mematok valuasi rasio nilai perusahaan per EBITDA tahun 2016 sebesar 14 kali. Harga saham TBIG kemarin Rp 5.900 per saham.

Sumber: Kontan
Tags: