Kinerja Wall Street sepanjang Januari tak cantik Unknown Senin, 01 Februari 2016
Pelaku pasar global merasakan kecemasan besar pada bulan Januari. Tak mengherankan jika kinerja Wall Street di sepanjang bulan lalu tidak cantik.
Lihat saja, meski berhasil ditutup dengan lompatan 397 poin pada akhir pekan lalu (29/1), namun, sepanjang Januari indeks Dow Jones mencatatkan penurunan sebesar 5,5%. Ini merupakan penurunan bulanan terbesar sejak akhir Agustus lalu.
Kinerja Nasdaq bahkan lebih buruk. Indeks ini anjlok hampir mencapai 8% pada bulan lalu. Dapat dikatakan, performa Nasdaq merupakan yang terburuk sejak Mei 2010.
Market global pada Januari lalu memang ditandai dengan sejumlah sentimen buruk. Beberapa di antaranya adalah kecemasan akan perlambatan ekonomi China serta melorotnya harga minyak dunia.
Bahkan Peter Kenny, pengamat market independen Wall Street mendeskripsikan hal ini sebagai drama yang menegangkan. Dia merujuk anjloknya harga minyak dunia serta merosotnya pasar saham China sebagai kecemasan utama pelaku pasar.
"Sangat jelas, Januari merupakan bulan yang buruk. Aksi jual yang terjadi lebih disebabkan oleh sentimen dibanding dengan adanya perubahan fundamental," jelas Russ Koestrich, global chief investment strategist BlackRock.
Namun, berita buruk bagi investor AS akhirnya berakhir. Terbukti, indeks Dow Jones berhasil ditutup dengan penambahan 1.015 poin dibanding posisi terendahnya pada 20 Januari lalu di level 15.451.
Rebound bursa AS didorong oleh sejumlah faktor, termasuk adanya kesadaran bahhwa jika AS berhasil menghindari resesi, saham-saham yang sebelumnya terpukul akan menjadi sebuah kesempatan emas.
Market juga berhasil mengatasi kecemasan akibat chaos di China. Di Negeri Panda itu, pasar saham ambles hingga 23% di sepanjang Januari. Investor akhirnya menyadari bahwa guncangan dahsyat di pasar saham China bukan tolak ukur yang tepat untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di negara dengan perekonomian kedua terbesar dunia itu.
Faktor lain yang tak kalah berpengaruh adalah terhentinya aksi jual di pasar minyak. Harga minyak WTI sempat menyentuh posisi terendah dalam 12 tahun terakhir pada 20 Januari lalu di posisi US$ 26 per barel. Saat ini, harga minyak sudah kembali ke level US$ 33,50 sebarel.
Koesterich menambahkan, faktor lain yang juga ikut mempengaruhi market adalah kebijakan yang diambil bank sentral dunia. Setelah Bank Sentral Eropa memberikan sinyal penambahan stimulus, Bank of Japan memberikan kado besar bagi investor pada Jumat lalu dengan memangkas suku bunga ke posisi minus 0,1%.
Sumber: Kontan